Senin, 31 Maret 2014

Membangun(kan) Pondasi Literasi di Sekolah

No comments
Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Namun dalam perkembangannya, literasi tidak hanya sebatas kemampuan membaca tulisan dan menulis (ulang) tulisan. Akan tetapi, pemahaman dari membaca kemudian ‘diamalkan’ sehingga menghadirkan kemanfaatan untuk masyarakat. Mengingat begitu pentingya literasi, maka budaya literasi perlu ditumbuhkembangkan.

Sekolah merupakan salah satu institusi yang tepat untuk memulai membangun budaya literasi. Alasannya, warga sekolah merupakan kumpulan golongan terdidik dan calon pemimpin masa depan. Jika budaya literasi mulai terbangun di sekolah, maka akan berdampak hebat. Bagi guru, kebiasaan copy paste perangkat pembelajaran, media pembelajaran, dan modul pembelajaran akan mulai luntur. Wawasan guru akan meningkat, sehingga akan menambah ketertarikan siswa mengikuti pelajaran.

Bagi siswa, terkondisikan untuk gemar membaca dan menulis. Harapannya, kabar prestasi akan mulai mewarnai pemberitaan menggantikan kabar tawuran dan kekerasan. Untuk membangun budaya literasi, sekolah harus bisa membangun pondasi literasi terlebih dahulu dengan cara menumbuhkan minat membaca, menulis, dan berbicara. Menurut penulis, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh. Mari kita urai bersama.

Minat membaca akan muncul ketika ada bacaan yang menarik. Sehingga, sekolah perlu senantiasa memperbaharui koleksi buku bacaan di perpustakaan sesuai yang diinginkan warga sekolah. Selain itu, perlu berlangganan aneka surat kabar dan majalah untuk menambah wawasan kekinian warga sekolah. Sangat bagus apabila sekolah menyediakan perangkat untuk akses internet secara gratis, misalnya di perpustakaan.

Dapat kita ibaratkan, membaca adalah menerima dan menulis adalah memberi. Sehingga, setelah banyak menerima diharapkan ada keinginan untuk memberi. Cara menumbuhkan minat memberi (baca: menulis) siswa, guru perlu membiasakan memberi soal ulangan berbentuk uraian karena akan merangsang siswa untuk terbiasa menulis. Cara lain, guru Bahasa Indonesia atau wali kelas memberikan tugas membuat majalah dinding bulanan setiap kelas. Selanjutnya, guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berpartisipasi menyumbangkan tulisan.

Menjadi terlihat lebih bijak ketika guru juga (memulai) gemar membaca dan menulis. Misalnya, guru turut serta menghasilkan majalah diding ataupun koran dinding. Sehingga guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan keteladanan. Jika memungkinkan, pihak sekolah membuat kebijakan memberikan penghargaan material (seberapapun nilainya) kepada warga sekolah yang mampu membuat tulisan dan dimuat di media massa. Banyak rubrik untuk guru dan siswa, misalnya Pendapat Guru, Swara Guru, Puisi dan Rubrik Kaca di SKH Kedaulatan Rakyat. Dengan penghargaan, akan memantik semangat untuk memulai mencoba berkarya melaluli tulisan.

Selanjutnya, kemampuan berbicara perlu ditumbuhkembangkan. Metode diskusi dan tanya jawab dapat dipilih dalam rangka memunculkan keberanian siswa menyampaikan pendapat (secara lisan) didepan orang lain. Semoga generasi cerdas, kritis, berwawasan luas akan lahir dan tumbuh berkembang setelah terbangunnya pondasi literasi di sekolah dengan baik, yakni minat membaca, menulis, dan berbicara.

R[S]J

0 komentar:

Posting Komentar

Entries RSS Comments RSS

Waktu Kita

Terimakasih

Pages


Copyright © Catatan Pasien Rumah [Sehat] Jiwa
Powered by Blogger
Distributed By Free Blogger Templates | Design by N.Design Studio
Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com