Senin, 31 Maret 2014

Membangun(kan) Pondasi Literasi di Sekolah

No comments
Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Namun dalam perkembangannya, literasi tidak hanya sebatas kemampuan membaca tulisan dan menulis (ulang) tulisan. Akan tetapi, pemahaman dari membaca kemudian ‘diamalkan’ sehingga menghadirkan kemanfaatan untuk masyarakat. Mengingat begitu pentingya literasi, maka budaya literasi perlu ditumbuhkembangkan.

Sekolah merupakan salah satu institusi yang tepat untuk memulai membangun budaya literasi. Alasannya, warga sekolah merupakan kumpulan golongan terdidik dan calon pemimpin masa depan. Jika budaya literasi mulai terbangun di sekolah, maka akan berdampak hebat. Bagi guru, kebiasaan copy paste perangkat pembelajaran, media pembelajaran, dan modul pembelajaran akan mulai luntur. Wawasan guru akan meningkat, sehingga akan menambah ketertarikan siswa mengikuti pelajaran.

Bagi siswa, terkondisikan untuk gemar membaca dan menulis. Harapannya, kabar prestasi akan mulai mewarnai pemberitaan menggantikan kabar tawuran dan kekerasan. Untuk membangun budaya literasi, sekolah harus bisa membangun pondasi literasi terlebih dahulu dengan cara menumbuhkan minat membaca, menulis, dan berbicara. Menurut penulis, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh. Mari kita urai bersama.

Minat membaca akan muncul ketika ada bacaan yang menarik. Sehingga, sekolah perlu senantiasa memperbaharui koleksi buku bacaan di perpustakaan sesuai yang diinginkan warga sekolah. Selain itu, perlu berlangganan aneka surat kabar dan majalah untuk menambah wawasan kekinian warga sekolah. Sangat bagus apabila sekolah menyediakan perangkat untuk akses internet secara gratis, misalnya di perpustakaan.

Dapat kita ibaratkan, membaca adalah menerima dan menulis adalah memberi. Sehingga, setelah banyak menerima diharapkan ada keinginan untuk memberi. Cara menumbuhkan minat memberi (baca: menulis) siswa, guru perlu membiasakan memberi soal ulangan berbentuk uraian karena akan merangsang siswa untuk terbiasa menulis. Cara lain, guru Bahasa Indonesia atau wali kelas memberikan tugas membuat majalah dinding bulanan setiap kelas. Selanjutnya, guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berpartisipasi menyumbangkan tulisan.

Menjadi terlihat lebih bijak ketika guru juga (memulai) gemar membaca dan menulis. Misalnya, guru turut serta menghasilkan majalah diding ataupun koran dinding. Sehingga guru dapat memotivasi siswa dengan memberikan keteladanan. Jika memungkinkan, pihak sekolah membuat kebijakan memberikan penghargaan material (seberapapun nilainya) kepada warga sekolah yang mampu membuat tulisan dan dimuat di media massa. Banyak rubrik untuk guru dan siswa, misalnya Pendapat Guru, Swara Guru, Puisi dan Rubrik Kaca di SKH Kedaulatan Rakyat. Dengan penghargaan, akan memantik semangat untuk memulai mencoba berkarya melaluli tulisan.

Selanjutnya, kemampuan berbicara perlu ditumbuhkembangkan. Metode diskusi dan tanya jawab dapat dipilih dalam rangka memunculkan keberanian siswa menyampaikan pendapat (secara lisan) didepan orang lain. Semoga generasi cerdas, kritis, berwawasan luas akan lahir dan tumbuh berkembang setelah terbangunnya pondasi literasi di sekolah dengan baik, yakni minat membaca, menulis, dan berbicara.

R[S]J

Senin, 24 Maret 2014

Pejuang Tanpa Penghibur

No comments
"Saya merasa tidak perlu menghibur para pejuang. Mengapa? Karena mereka sudah sangat terhibur dg serangan dan pertempuran yang ada." [Eko Novianto]


Menarik apa yang disampaikan Ust. Eko Novianto dalam status Facebooknya. Dimana letak kemenarikannya? Ternyata (menurut beliau) pejuang tidak perlu dihibur karena mereka sudah sangat terhibur dengan serangan dan pertempuran yang ada. Benarkah demikian? Benar! Tetapi hanya untuk pejuang sejati. Apakah semua pejuang yang ada saat ini adalah pejuang sejati?

Menurut saya, belum tentu semua pejuang termasuk dalam kategori pejuang sejati. Karena masih ada saja pejuang yang masih membutuhkan 'hiburan' dari pihak lain. Masih ada yang saja pihak yang mengaku pejuang tetapi akan berhenti dari perjuangan ketika tidak mendapatkan 'hiburan' dari pihak lain, mereka belum menikmati pertempuran yang ada. 

Pelajar adalah pejuang. Pelajar sejati tidak terlalu berharap adanya hiburan dari guru. Tidak perlu menuntut fasilitas berlebih. Mereka akan menikmati 'pertempuran' dalam proses merebut ilmu pengetahuan. Mereka akan sadar diri untuk mengoptimalkan fasilitas yang ada. Mereka akan berjuang untuk menjadi yang terbaik dalam bidang-bidang tertentu. Mereka akan mengoptimalkan keunggulan komparatif dirinya.

Pendidik adalah pejuang. Pendidik sejati tidak terlalu berharap banyak memperoleh 'hiburan' dari pihak lain. Untuk menjadi pendidik sejati; tidak perlu menunggu menjadi ASN, tidak perlu menunggu cairnya tunjangan profesi, tidak perlu menunggu sekian puluh tahun menjadi guru. Karena pendidik sejati akan menikmati pertempuran untuk merebut kesuksesan peserta didik dari belenggu kebodohan, kemalasan, dan kemerosotan moral.

Kader Partai adalah pejuang.  Kader partai politik sejati adalah mereka yang tidak menuntut memperoleh 'hiburan' untuk bisa bergerak. Tidak perlu menuntut pemberian 'uang transport' untuk bergerak mengajak orang lain mendukung partainya. Karena mereka telah menikmati pertempuran. Karena mereka yakin akan kebenaran perjuangan partainya untuk bisa mengelola negara dengan baik sesuai harapannya. 

Pejabat dan Anggota Dewan adalah pejuang. Pejabat dan anggota dewan sejati adalah mereka yang tidak memerlukan 'hiburan' dari pihak lain. Karena mereka sudah menikmati pertempuran untuk memenangkan kesejahteran atas kemiskinan, keadilan atas kesewenangan. Mereka lebih mengutamakan mengibur masyarakat -dengan menghadirkan kesejahteraan dan pemerintahan yang bersih- daripada menuntut hiburan dari masyarakat.

Kita semua adalah pejuang. Apapun peran dan posisi kita, teryata kita adalah pejuang. Tentunya kita menghendaki menjadi pejuang sejati. Oleh karenanya, mari kita nikmati setiap 'pertempuran'. Kita akan tetap berjuang meskipun tidak ada 'hiburan' dari pihak lain. Semoga kita mampu menjadi pejuang sejati tanpa tersandera oleh situasi, kondisi, dan waktu. Selamat berproses menjadi Pejuang Sejati. Semoga berhasil. :-)

R[S]J

Sukses Berbasis Bakti

No comments
Orang paling dekat dengan diri kita adalah orang tua kita. Sejak kita dilahirkan sampai dengan saat ini, keberadaan dan perhatian orang tua tidak akan pernah hilang dalam hari-hari kita. Meraka begitu sabar dan penuh kasih sayang mendidik dan membimbing kita. Orang tua tidak mempunyai pamrih selain kita bisa menjadi lebih baik dari mereka. Kita lebih sholeh dari orang tua tercinta, kita lebih bermanfaat dari orang tua tercinta, kita lebih kaya dari pada orang tua tercinta. Demikian juga, ketika kita mempunyai anak, maka sekuat tenaga kita berupaya untuk mempersiapkan buah hati kita menjadi lebih baik dari diri kita.

Sejenak kita merenung..... Mari kita komparasikan! Seberapa besar pengorbanan orang tua terhadap diri kita. Dan, seberapa besar rasa bakti kita kepada beliau? Astaghfirullah, ternyata 'pengorbanan' kita sebagai bentuk rasa bakti kepada orang tua masih sangat kecil dibandingkan pengorbanan beliau terhadap diri kita. Tapi, orang tua tidak pernah menuntut pengorbanan yang berlebih dari diri kita.

Terkadang [bisa jadi sering] kita lebih rela berkorban untuk teman, sahabat, ataupun kekasih dibandingkan pengorbanan kita kepada orang tua. Kita lebih memilih bersama teman-teman pergi jalan-jalan dibandingkan membantu orang tua menyelesaikan pekerjaan rumah.

Menegaskan apa yang disampaikan Iphho Santoso; Mari kita kuatkan kembali pengorbanan sebagai bentuk rasa bakti kepada orang tua. Semoga ada korelasi yang positif bentuk bakti kepada orang tua dengan kesuksesan kita. Aamiin.

R[S]J

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

No comments
Sebait catatan nasihat
(Alm) Ustadz Rahmat Abdullah

Setiap kita akan senantiasa diuji oleh Allah SWT pada titik-titik kelemahan kita.
Orang yang lemah dalam urusan uang namun kuat terhadap fitnah jabatan dan wanita tidak akan pernah diuji dengan wanita atau jabatan.
Tetapi orang yang lemah dalam urusan wanita namun kuat dalam urusan uang tidak akan pernah diuji dengan masalah keuangan.
Orang yang mudah tersinggung dan gampang marah akan senantiasa dipertemukan oleh Allah dengan orang yang akan membuatnya tersinggung dan marah sampai ia bisa memperbaiki titik kelemahannya itu sehingga menjadi tidak mudah tersinggung dan tidak pemarah.
Orang yang selalu berlambat-lambat menghadiri pertemuan forum dakwah karena alasan istri, anak, mertua, atau tamu akan senantiasa dipertemukan dengan perkara ‘mertua datang, tamu datang silih berganti’ di saat ia akan berangkat .. terus begitu sampai ia memilih prioritas bagi aktivitasnya apakah kepada dakwah atau kepada perkara-perkara lain.
Kita semua harus memahami dan mengatasi segala kelemahan diri di jalan dakwah ini. Ingatlah, mushaf Al-Quran tidak akan pernah terbang sendiri kemudian datang dan memukuli orang-orang yang bermaksiat.
Sungguh teramat merugi...mereka yang mengikuti hawa nafsu kemudian pergi meninggalkan kebersamaan dlm dakwah ilallah, tanpa mau bersabar sebentar dalam ujian keimanan. Tanpa mau mencoba bertahan sebentar dalam dekapan ukhuwah..
Dan sungguh, Kecewa itu biasa dan manusiawi' yang luar biasa, siapa saja yang mampu beristighfar dan lalu berlapang dada serta bertawakkal pada-Nya.
Memang... Dakwah ini berat...karenanya ia hanya mampu dipikul oleh mereka yang memiliki hati sekuat baja..
Memiliki kesabaran lebih panjang dari usianya.
Memiliki kekuatan yang berlipat.
Memiliki keihklasan dalam beramal yang meninggi.
Memiliki ketabahan seluas lautan, memiliki keyakinan sekokoh pegunungan.
Siapapun takan pernah bisa bertahan...melalui jalan dakwah ini...mengarungi jalan perjuangan...kecuali dengan KESABARAN!!!
Karenanya... Tetaplah disini...dijalan ini...bersama kafilah dakwah ini. Seberat apapun perjalanan yang harus ditempuh...sebesar apapun pengorbanan untuk menebusnya...tetaplah disini...
Buanglah hawa nafsu dalam mengarungi perjalanannya, karena telah banyak yang bergugugran karenanya. Gandenglah selalu iman kemana saja kita melangkah, karena iman akan menjagamu setiap waktu. Seburuk apapun, sekeruh apapun kondisi kapal layar kita, jangan lah sekali2 mencoba untuk keluar dari kapal layar ini dan memutuskan berenang seorang diri...karena pasti kau akan kelelahan dan memutuskan menghentikan langkah yang pada akhirnya tenggelam disamudra kehidupan...
Jika bersama dakwah saja...kau serapuh itu...bagaimana mungkin dengan seorang diri?? Sekuat apa kau jika seorang diri...???


[copas dari FB sabahat Agus Sudarmanto]

Minggu, 23 Maret 2014

Menikmati Kampanye

No comments

Brp rupiah bbm yg d boroskan
Brp byk energi yg d mubazirkan
Brp jam macet yg d hasilkn,rugi fisik rugi psikis
Brp polusi yg d hasilkan,suara udara
Ahh alangkah bodohya negeri ini
Maap ini pendapatku,apa pendapatmu...
*ngomong kampanye
*miris

Beberapa rangkaian kata di atas merupakan status yang dibagikan oleh teman yang mempunyai profesi sama dengan diri penulis, yaitu pendidik di Madrasah Aliyah. Tulisan beliau yang kemudian menumbuhkan keinginan penulis untuk mengirim posting ini adalah kalimat pada urutan baris ke-3 (tiga) dari bawah: "Maap ini pendapatku,apa pendapatmu...". Ya, beliau menginginkan pendapat dari individu yang menjalin pertemanan dan kebetulan membaca tulisan tersebut.

Komentar saya:
Menurutku, tidak ada yang menjadi persoalan ketika tetap menjaga sopan santun [&] etika berlalu lintas. Bagaimanapun kampanye terbuka perlu dimanfaatkan oleh partai untuk menunjukkan kekuatan sbg pertanda eksistensi dan soliditas partai yang bersangkutan. 

Tanggapan beliau:
Status sy berasal dr pertanyaan pak
Skrg muncul pertanyaan br
Spt yg jnengan tulis

Sopan kah,beretika kah
Hmmm....


Komentar saya:
Kalau menurut Bu Sri, Apakah tidak bisa menemukan massa peserta kampanye yang tetap menjaga sopan santun etika berlalu lintas?
Kalo menurutku, Meskipun sebagian [besar] kurang bisa menjunjung etika dan sopan santun berlalu lintas, tp tetap ada massa peserta kampanye dr sebagian [kecil] partai yg sopan. Merekalah yang telah berhasil melakukan pendidikan politik santun kepada anggotanya dan masyarakat. 


Tanggapan beliau:
Maap pak Arfi Nurdiyantoro observasi sy blm maks jd blm bs menemukan spt yg jnengan bilang,ato malah sy sudah apatis n gk respek krn toh yg lbh byk tk temukan hy yg negatif aj,hehehee

########
Menurutku, "kemirisan" yang muncul ketika membicarakan kampanye tidak hanya pada saat prosesi di jalan raya. Realita masih banyaknya peserta kampanye yang melakukan konvoi di jalan raya tanpa menunjung tinggi etika dan sopan santun berlalu lintas memang tidak bisa dipungkiri. Kebisingan yang tercipta, ugal-ugalan, tanpa menggunakan helm. Tetapi ada persoalan yang lebih memprihatinkan yang akan berdampak sistemik terhadap kelanjutan perjalanan bahtera Indonesia; yaitu proses jual beli suara selama kampanye. Jual beli suara yang dilakukan oleh partai yang baik dan terpercaya masih bisa diterima akal. Namun, ketika yang melakukan transaksi adalah partai (dan caleg) yang tidak baik dan akhirnya mengkhianati, maka itulah yang merusak bangsa. [Dan, semoga partai dan caleg 'busuk' tidak ada di negeri tercinta]. Selain jual beli suara, masih ada saja yang tidak peduli dengan pelaksanaan pemilu. Orang baik bisa jadi tidak berkesempatan untuk membangun negeri. Ini lebih mengerikan!

Banyak orang yang berhati nurani baik, tetapi tidak terlalu peduli dengan proses pemilu. Mereka hanya melihat [atau bahkan melihat pun tidak] orang-orang yang berambisi kekuasaan sedang saling berebut kekuasaan. Tidak dibenarkan menyesal; jika pada akhirnya kesejahteraan menjauh karena korupsi mewabah. Ini bisa saja terjadi ketika orang yang baik tidak lagi peduli. Bukankah tidak semua partai buruk? Sering penulis mendengar ungkapan bahwa POLITIK ITU KOTOR. Benar, politik itu kotor jika hanya semata berorientasi pada kekuasaan. Namun, POLITIK BISA INDAH jika berorientasi untuk melayani; kekuasaan yang didapatkan dari proses politik kemudian digunakan secara baik untuk menghadirkan kemaslahatan masyarakat.

Jika kita mempunyai asa terhadap perbaikan negeri, maka kita semaksimal mungkin untuk terlibat dalam proses untuk menghadirkan pemimpin adil sejati. Bagaiman caranya? Bergabung dalam gerakan Golput (golongan putih) adalah jalan yang bisa dilalui. Golput disini adalah gerakan untuk memilih partai (dan caleg) yang putih (bersih-red). Golput bisa memperbaiki bangsa lho [baca disini]. Selamat menikmati kampanye [&] selamat memilih pada Rabu Pon 9 April 2014.

R[S]J

Kamis, 20 Maret 2014

Golput Untuk Perbaikan

No comments
Hajatan akbar demokrasi lima tahunan untuk menghantarkan beberapa warga negara sebagai wakilnya sebentar lagi akan di helat, tepatnya pada 9 April 2014. Pada tanggal tersebut, masyarakat yang telah terdaftar sebagai pemilih tetap akan menggunakan haknya, meskipun ada saja yang tidak berkesempatan untuk turut serta dalam pesta demokrasi tersebut. Apabila kita mengelompokkan pemilih pada tanggal 9 April 2014 mendatang, maka minimal terdapat 3 kelompok. Pertama, mereka yang secara sadar menggunakan hak pilih dengan menentukan satu partai politik atau calon legislatif sehingga suara dianggap sah. Kedua, mereka yang tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena ada beberapa kendala teknis. Ketiga, mereka yang secara sadar untuk tidak menggunakan hak pilih meskipun tidak ada kendala teknis, bisa dengan tidak hadir di TPS ataupun hadir di TPS namun suaranya dibuat gugur. Di masyarakat, golongan yang ketiga ini lebih dikenal dengan istilah Golput (Golongan Putih). Tepatkah golongan ketiga tersebut disebut Golongan Putih (Golput)?

Istilah golput muncul pada saat era orde baru dengan 3 partai politik yang ada. Dimana ketiga partai politik tersebut menggunakan warna dasar yang berbeda. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggunakan warna hijau. Golongan Karya (Golkar) memilih warna kuning. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menetapkan merah sebagai warna pilihan. Terdapat sebagian warga masyarakat yang merasa tidak ada satu partai pun yang sreg dihati dengan berbagai faktor penyebab. Pada era orde baru hampir tidak ada celah untuk membentuk partai poliitik baru. Akhirnya, golongan yang merasa tidak puas dengan keberadaan 3 partai politik yang ada kemudian menggunakan warna putih sebagai simbol perjuangannya. Mereka secara sadar memilih untuk tidak memilih dalam proses demokrasi dengan menamakan dirinya golongan putih. 

Golput Era Multi Partai

Tidak terdapat larangan menenetukan satu warna tertentu sebagai simbol perjuangan. Termasuk menggunakan warna putih, untuk ‘menolak’ warna hijau, kuning, dan merah. Namun, pada era reformasi terdapat beberapa partai politik dengan sejumlah warna yang digunakan. Selain hijau, kuning, merah, terdapat warna lain misalnya biru dan putih. Lantas, bagaimakah golput dalam era multi partai?
Meskipun dalam era multi partai, tetap ada sekelompok orang yang tidak puas dengan partai yang ada. Dan, golongan yang tidak akan menggunakan hak pilihnya pun tetap ada. Salahkan mereka? Belum tentu!. Setiap warga negara punya hak, untuk menggunkan atau tidak hak pilihnya. 

Kalau saya lebih nyaman untuk menyebut mereka yang secara sadar tidak menggunakan hak pilihnya bukan dengan sebutan golongan putih. Kenapa? Karena didalam masyarakat, pasangan warna putih adalah hitam, dimana putih identik dengan kebaikan dan hitam untuk menunjukkan sesuatu yang tidak baik. Berarti ketika yang tidak memilih menamakan dirinya golongan putih maka yang memilih bisa dianggap sebagai golongan hitam. Tidak bisa demikian bukan? Sehingga dalam era multi partai, golongan putih tidak bisa digunakan untuk menyebut mereka yang secara sadar tidak menggunakan hak pilihnya. Karena warna partai politik yang ada saat ini tidak hanya hijau, kuning, dan merah, tetapi warna dominan putih juga hadir.

Golput itu Baik

Pada era multi partai, istilah golput secara perlahan harus diubah maknanya. Dari sebutan untuk mereka yang tidak mau menggunakan hak pilihnya kearah sebutan untuk mereka yang mau memilih partai politik dan caleg yang bersih. Mungkin, semua pemilih menganggap bahwa saat ini tidak ada lagi partai politik yang putih bersih tanpa noda. Semua partai politik ‘mengirimkan’ kadernya untuk berurusan dengan KPK. Anggapan tersebut benar 100%!. Kita semua paham, tidak ada manusia yang terbebas dari khilaf. Tapi kita merasa senang kepada sahabat yang paling sedikit berbuat khilaf bukan? 

Masih banyak pemilih yang ragu untuk memutuskan penggunaan hak pilihnya. Keraguan tersebut didasari karena selama lima tahun selepas pemilu 2009 tidak merasakan adanya perbaikan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sesuai harapan. Selain itu, ada juga yang merasa tidak ada satupun caleg yang mereka kenali. Apapun yang terjadi kita tetap harus menggunakan hak pilih kita secara bijak karena akan menentukan perjalanan  bahtera Indonesia selama lima tahun kedepan.

Ketika kita masih bimbang tentang pilihan pada 9 April 2014 mendatang, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Misalnya dengan memanfaatkan makna CINTA. Bagaimanakah cinta bisa kita jadikan sarana untuk memantapkan pilihan dan mengahadirkan perbaikan negeri? Mari kita urai. Cinta merupakan rangkaian lima huruf yang berbeda. C-I-N-T-A: Cari informasi; Ikhlas memilih; Niteni; Tawakal; Ajak orang lain.
Pertama, Cari informasi. Apabila kita masih ragu untuk memilih karena tidak mengenal partai dan caleg yang ada, maka kita harus berusaha untuk menacari informasi. Informasi bisa diperoleh dari berbagai cara dan sumber. Misalnya aktif membaca berita dari banyak media, sebaiknya tidak hanya mengikuti satu atau dua media. Semakin banyak maka akan semakin sempurna dan obyektif informasi yang kita dapatkan. Selain itu, bisa mendatangi kantor partai politik untuk menggali informasi. Tentunnya banyak yang merasa repot. Akan tetapi keengganan untuk mencari informasi menjadi salah satu penyebab kita salah pilih dan akhirnya membawa bahtera Indonesia sering menghadapi badai.

Kedua, Ikhlas memilih. Jangan sampai kebimbangan kita dimanfaatkan oleh partai politik dan caleg untuk ‘membeli’ suara kita. Bisa jadi, ada iming-iming yang akan kita terima apabila kita memilih partai atau caleg tertentu. Padahal kita belum mengenal dengan baik rekam jejak partai pengusung ataupun caleg yang bersangkutan. Nah, pemberian iming-iming ini yang akan membuat kita dihadapkan pada suatu masalah. Biaya besar partai dan caleg yang sudah dikeluarkan, maka mereka pun akan berupaya untuk menarik kembali dana yang telah dikeluarkan dengan berbagai cara. Mari kita ikhlas untuk memilih tanpa pamrih selain untuk kebaikan negeri.

Ketiga, Niteni. Jas merah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Tentunya, setiap partai menghadirkan beberapa catatan yang perlu kita baca kembali. Baik itu kebaikan ataupun keburukan. Penulis yakin, partai dan caleg pernah melakukan kebaikan dan keburukan yang tercatat dalam memori ingatan kita. Ketika kita dihadapkan pada beberapa pilihan kebaikan dan diminta memilih salah satu, maka kita akan memilih yang paling baik bukan? Sama dengan memilih partai. Mari kita lihat kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan oleh partai-partai yang ada. Kita jatuhkan pilihan pada partai yang paling banyak melakukan kebaikan, paling banyak melakukan kepedulian. Sepanjang waktu, bukan sebatas beberapa bulan terakhir saja, apalagi sebatas beberapa hari belakangan ini.

Ketika kita disuguhi beberapa keburukan, dan diminta memilih salah satu maka kita akan memilih yang paling sedikit melakukan keburukan (kesalahan) bukan? Sama halnya dengan memilih partai. Mari kita pilih yang paling sedikit melakukan kesalahan kepada rakyat. Kesalahan bisa berupa korupsi ataupun kebijakan yang menyulitkan kita.

Keempat, Tawakal. Setelah mulai ada titik cerah pilihan kita, maka selanjutnya semuanya kita serahkan kepada Yang Maha Pengatur. Kita berharap semoga kemantapan terhadap satu pilihan merupakan pilihan terbaik, dan akan menghadirkan kebaikan bagi bangsa Indonesia.

Kelima, Ajak orang lain. Kita menginginkan apa yang kita pilih akan memenangi ‘pertarungan’ bukan? Maka kemantapan terhadap satu pilihan jangan hanya untuk diri kita. Mari kita ajak orang lain untuk turut serta memenangkan pilihan kita. Supaya apa yang kita yakini bahwa partai dan caleg pilihan mampu mengemban amanah untuk melakukan perbaikan negeri bisa betul-betul memangku amanah tersebut. Kita tidak menginginkan partai dan caleg terbaik menurut kita akan tergusur oleh partai dan caleg lain bukan?

Ternyata golput itu baik, yaitu golongan yang memilih partai dan caleg putih (bersih-red) bukan lagi golongan yang memilih untuk tidak memilih. Sukseskan golput untuk perbaikan negeri. Kita pertegas kembali, mari kita ajak keluarga dan orang-orang yang belum mempunyai pilihan untuk turut serta dalam barisan Golput, yaitu golongan yang memilih partai dan caleg putih (bersih-red). Dan, Indonesia maju bukan hanya mimpi. Semoga. Salam Cinta. Wallahua’alam.

R[S]J

Selasa, 18 Maret 2014

Menikmati Ujian

No comments
Perjalanan kehidupan manusia di dunia tidak terlepas dari berbagai ujian. Lantas, bagaimanakah hubungan ujian dan keimanan seseorang? Apakah orang yang beriman terbebas dari ujian? Mungkin kita pernah merasa semakin rajin menunaikan perintah-Nya, semakin sering pula musibah yang kita terima. Ingat, semakin tinggi pohon maka angin yang menerpa semakin kencang. Semakin tinggi tingkat sekolah, semakin sulit soal ujian yang harus diselesaikan.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al Ankabut:2). Allah akan senantiasa memberikan ujian terus menerus kepada umat-Nya selama umat-Nya beriman. Ujian yang diberikan merupakan sarana untuk mengetahui seberapa besar keimanan seseorang.

Apabila kita mengkaji sirah sahabat, akan kita temui keimanan insan yang (mungkin) tidak ada bandingannya untuk saat ini. Bilal diminta memilih memakai baju besi kemudian dijemur atau memilih menanggalkan keimanan kepada Allah SWT. Namun, Bilal tetap mempertahankan keimanannya walaupun harus mempertaruhkan nyawa. “Dan sesengguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut:3).

Bentuk-bentuk ujian dari Allah terhadap umat manusia terbagi menjadi tiga macam.
Pertama, perintah untuk dijalankan. Segala perintah dari Allah merupakan ujian bagi umat-Nya. Apabila keimanan dan ketaqwaan seseorang telah ‘sempurna’, maka segala bentuk perintah akan ditunaikan dengan tulus ikhlas, walaupun sangat berat, bagaimanapun kondisi dan keadaannya. Sebagai contoh, perintah sholat. Tidak ada alasan bagi orang yang sakit (selagi masih sadar) untuk meninggalkan sholat. Islam memberikan kemudahan, tidak bisa berdiri sambil duduk, tidak bisa duduk sambil berbaring. Berwudhu bisa diganti tayamum.

Kedua, larangan yang harus ditinggalkan. Larangan merupakan bentuk ujian yang ‘cukup berat’ , karena biasanya sesuatu yang dilarang oleh Allah adalah hal yang menyenangkan, walaupun sebetulnya maksud dari pelarangan karena mengandung bahaya yang besar apabila dilaksanakan oleh manusia. Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 90 – 91 bahwa “umat manusia dilarang minum khamr dan berjudi karena syaitan hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara umat manusia lantaran (meminum) khamr dan berjudi, dan menghalangi umat manusia dari mengingat Allah dan shalat”. Allah SWT melarang orang-orang yang beriman untuk saling mengolok-olok kaum/golongan yang lain (karena) boleh jadi yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok (QS. Al Hujuraat:11). Ujian ini sangat berat dilaksanakan untuk saat ini, karena umat Islam masih terjebak pada fanatisme golongan. Akibatnya, umat islam terpecah belah.

Ketiga, musibah yang diterima. Musibah merupakan satu bentuk ujian yang banyak difahami masyarakat. Untuk menghibur orang yang terkena musibah, biasanya dengan ungkapan: “Bersabar ya, kamu sedang mendapatkan ujian dari Allah”. Ketika keimanan kuat, memang bisa bersabar atas musibah dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, ketika keimanan goyah, maka musibah yang diterima bisa menyebabkan putus asa, dan menjauh dari Allah SWT. Contoh kesabaran dalam menghadapi musibah yang cukup luar biasa adalah kisah Nabi Ayub AS. Beliau menderita penyakit selama 18 tahun kemudian dikucilkan masyarakat dan hanya dihibur oleh istrinya. Terkadang banyak saudara kita yang menderita sakit 1 tahun, 2 tahun, lantas putus asa dan bunuh diri. Saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia sedang dihadapkan pada musibah yang sama, yaitu kemiskinan dan pengangguran. Lantas, apakah yang harus kita perbuat? Haruskah kita putus asa? Benarkah jika kemudian tidak bersabar dan menghalalkan segala cara? “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Taghaabuun : 11)

Ujian dari Allah yang kita terima tidak untuk diratapi, disesali, dan diingkari; akan tetapi untuk dinikmati. Bagaimanakah untuk menikmati ujian dari Allah SWT? “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun" (QS. Al Baqarah : 155-156). Makna “sesungguhnya kami dari Allah, dan akan kembali kepada Allah” harus dimasukkan dan diresapkan dalam hati. Wallahua’lam.

Sabtu, 08 Maret 2014

Tiada Kata Kecil Ketika Dilakukan Berulang

No comments
Sore hari selepas Ashar, sejenak aku menemani Talida bermain air. Talida adalah anak ketiga ku yang sedang berusia 2 tahun 1 bulan. Dalam masa usia kanak-kanak yang belum banyak berfikir tentang dampak baju dan celananya yang basah. Ia begitu asyik memindahkan air dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Yang terpikir dalam benaknya adalah yang penting bisa memenuhi kebutuhannya untuk bermain air. Mungkin. Setelah sekian lama memindahkan air dalam ember kedalam kaleng bekas, maka akhirnya penuh juga botol bekas roti terisi air.

Selanjutnya, aku berpikir. Benarlah "sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit". Tidak ada hal yang sedikit ketika dilakukan secara berulang. Tidak hanya pelanggaran, namun juga ketaatan. Kita tidak boleh meremehkan perbuatan dosa -sekecil apapun-, apalagi merasa nyaman dan terbiasa melakukannya. Demikian juga kita tidak boleh menyepelekan amal kebaikan meskipun dimata kita hanya kecil.

Jumat, 07 Maret 2014

Menelusur Makna PHP

No comments
Istilah yang sedang ngetrend dikalangan generasi muda -termasuk siswaku- adalah PHP. Tersirat sebuah pertanyaan ketika mendengar lontaran kata PHP pertama kali. Kemudian aku bertanya kepada muridku, apa makna yang terkandung dalam istilah PHP. Ternyata, PHP adalah sebuah singkatan dari Pemberi Harapan Palsu. [Bersambung......, keburu ada tugas mengawas IMAD]
Entries RSS Comments RSS

Waktu Kita

Terimakasih

Pages


Copyright © Catatan Pasien Rumah [Sehat] Jiwa
Powered by Blogger
Distributed By Free Blogger Templates | Design by N.Design Studio
Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com